Selasa, 09 Mei 2017

#

Menikmati Sastra

unsplash.com/photos/IMtEliM53Lc

Begitu besar kesempatan yang diberikan kepada kita, manusia, berupa kesempatan untuk mempelajari sebuah ilmu. Dalam bahasa saya, ilmu bisa bermakna pula sebagai pengetahuan. Nah, yang jarang kita sadari, terkadang kita lebih dahulu menganggap sebuah pengetahuan itu tidak penting sebelum dipelajari dan direnungi dengan mendalam. Nah, karena itu saya berupaya untuk mempelajari sebuah pengetahuan di manapun dan kapanpun.

Perlu menjadi catatan, kecenderungan manusia untuk mempelajari sesuatu itu berdasarkan kebermanfaatan baginya dan siapa yang akan memberikan pengetahuan itu. Adapun jika dipaksakan, cenderung akan menerimanya setengah-setengah. Namun, sebenarnya itulah yang perlu kita hindari ketika mempelajari suatu ilmu atau pengetahuan: memilah sebelum mempelajari.

Memilah itu memang pekerjaan yang harus diterapkan setiap orang, dengan teliti tentunya. Memilahpun punya triknya, di antaranya adalah waktunya dan akibatnya. Hal inilah yang menjadi tolak ukur keberhasilan sebuah pekerjaan “memilah”. Kita dianjurkan untuk memikirkan kedua hal itu sebelum melakukannya. Terpenting dari semuanya, pekerjaan “memilah” ini bisa diterapkan dalam hal apapun. Dan tentunya dilatih agar ia lebih tajam dan tepat sehingga tidak mengecewakan hasilnya.

Saya juga tertarik untuk menerapkan pekerjaan “memilah” ini dalam hal menikmati karya sastra. Kita ketahui bersama, jumlah karya sastra saat ini terlampau banyak untuk dihitung menggunakan jari tangan dan jari kaki. Baik itu karya sastra yang tertulis lalu jadi buku, atau karya sastra berbentuk tutur lisan, atau bahkan yang kini telah jadi debu atau yang sudah tiada diterbangkan angin masa lalu. Lalu kita juga sadari kemampuan kita untuk mempelajari atau menghafal setiap isi atau bagian tiap karya sastra itu. Bahkan bagi saya pribadi, menghafal sajak atau puisi modern begitu sulitnya. Karenanya, saya begitu menghargai sekaligus iri pada sedikit orang yang begitu hafal banyak karya sastra terutama sajak, puisi, atau syair. Mereka dengan leluasa menikmati karya sastra yang dihafalnya, di manapun dan kapanpun.

Dengan menyadari kemampuan saya yang terbatas itu, memilah cara menikmati karya sastra perlu diupayakan segera. Saya tidak ingin kekecewan menerpa padahal secara sadar saya bisa memperoleh hasil yang lebih baik. Setelah mengumpulkan beberapa cara menikmati karya sastra, menghafal saya coret karena begitu susah, saya mulai melakukan pekerjaan memilah tersebut. Pada akhirnya, saya menemukan dua cara menulis dan yang kedua mengajarkan. Menulis ini berhubungan dengan menulis ulang karya sastra orang lain dan menulis karya sastra sendiri. Ternyata, ada kepuasan tersendiri ketika menulis ulang sebuah karya sastra orang lain. Cara ini begitu efektif untuk membaca sebuah karya sastra dan sekaligus melatih tangan untuk menulis. Jadi, seperti menjatuhkan dua burung dengan satu lemparan. Sedang menulis karya sastra sendiri ini menjadi pembuktian bahwa ternyata kita bisa menulis, walau hasilnya kalah jauh dengan karya sastra orang lain, hihi..

Kedua, dengan mengajarkan perihal pengetahuan kita tentang karya sastra, timbul banyak pengetahuan baru yang secara sendirinya mampu membuat kita merasakan hal berbeda dari sebelumnya. Ini pula yang saya rasakan ketika mengajarkan karya satra dan membujuk orang untuk menikmati karya sastra. Saya jadi ingat perkataan seorang sastrawan bahwa karya sastra itu merupakan sebuah kebutuhan manusia, lebih khususnya syair, puisi atau sajak. Dengan kata lain, dengan menikmati karya sastra kita akan terlihat lebih manusia.[]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Follow Me @orangkomidi